Masyarakat terutama umat muslim harus teliti dan waspada kala hendak memilih pemimpin, lihatlah! Apakah ia seorang yang amanah dan teguh memegang janjinya, jangan sampai kita dipimpin oleh orang yang munafik! Sulit memang di negeri ini ada politikus yang teguh dan amanah dalam memimpin rakyatnya, namun setidaknya kita dapat memilih yang madhorotnya lebih kecil. Selain kita melihat sosok pemimpin yang kita pilih, maka perlu juga melihat siapa saja pendukung di belakangnya, karena para pendukung calon pemimpin itu akan mempengaruhi kebijakan dan keputusan sang pemimpin kelak.
Sunday, June 8, 2014
Hindari Pemimpin Yang Munafik
Dalam dunia politik bohong menjadi hal yang biasa, dengan santai dan seolah-olah tak berdosa mereka ingkari janji yang telah diucapkan. Dalam Islam orang-orang yang ingkar janji adalah ciri orang munafik, seperti ditegaskan dalam Hadis riwayat Abdullah bin Amru ra., ia berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda : "Ada empat sifat yang bila dimiliki maka pemiliknya adalah munafik murni. Dan barang siapa yang memiliki salah satu di antara empat tersebut, itu berarti ia telah menyimpan satu tabiat munafik sampai ia tinggalkan. Apabila berbicara ia berbohong, apabila bersepakat ia berkhianat, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila bertikai ia berbuat curang. [HR Muslim]. Kemudian dalam Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَAda tiga tanda orang munafik; apabila berbicara ia berbohong, apabila berjanji ia mengingkari, dan apabila dipercaya ia berkhianat. (HR Muslim).
Monday, April 7, 2014
Fenomena Politik Pencitraan Oleh Media
Di era teknologi informasi sekarang ini ada sebuah fenomena dalam dunia politik, yaitu politik pencitraan, mass media adalah sarana yang paling ampuh dalam menciptakan sebuah pencitraan.
Cara- cara yang dilakukanpun kadang terlihat konyol, contohnya, hampir setiap langkah dan tindakan tokoh yang dicitrakan akan selalu diberitakan dari makan sampai menalikan sepatunya, wah bisa-bisa tokoh yang dicitrakan itu masuk toilet untuk buang air pun dijadikan berita hehehe..
tapi bisa jadi pemberitaan konyol seperti itu cukup berpengaruh, maklum sebagian besar masyarakat Indonesia itu kan mudah terpesona dan ujung-ujungnya mudah kecewa juga hehe..
Cara- cara yang dilakukanpun kadang terlihat konyol, contohnya, hampir setiap langkah dan tindakan tokoh yang dicitrakan akan selalu diberitakan dari makan sampai menalikan sepatunya, wah bisa-bisa tokoh yang dicitrakan itu masuk toilet untuk buang air pun dijadikan berita hehehe..
tapi bisa jadi pemberitaan konyol seperti itu cukup berpengaruh, maklum sebagian besar masyarakat Indonesia itu kan mudah terpesona dan ujung-ujungnya mudah kecewa juga hehe..
Pemberitaan seperti itu tentu tidak edukatif, karena seharusnya masyarakat yang akan memilih tokoh politik untuk dijadikan pemimpin tersebut diberi pemberitaan tentang visi dan misi tokoh politik tersebut. Nah bila pemberitaan yang sifatnya konyol dan tak banyak artinya itu kerap dilakukan, tentu menjadi tanda tanya, ada apa dengan media? Adakah sebuah rekayasa untuk menggiring opini publik pada calon tertentu? Hal itu mungkin saja terjadi.
Wednesday, March 19, 2014
Jangan Mudah Digiring Oleh Opini Media Mainstream
Peran media baik cetak, elektronik maupun online sangatlah besar pengaruhnya dalam membentuk opini publik, namun media-media tersebut tidaklah obyektif dalam menyampaikan berita, karena mereka tidak hanya mencari keuntungan tapi juga punya misi. Baik misi politik atau misi ideologi. Inilah yang harus diwaspadai! Konten berita atau opini mereka akan menyudutkankan lawan politik atau lawan ideologinya. Sementara untuk memuluskan misinya. Mereka akan membuat pencitraan dengan berita yang masif, intensif dan sistematis melalui sosok-sosok pilihan atau peristiwa-peristiwa fenomenal. Sosok-sosok pilihan tentu saja orang yang ideologinya sama atau jika tidak sama ya minimal orang yang sangat toleran. yang mudah diberi imbalan berupa uang, popularitas dan kekuasaan. Mengenai peristiwa-peristiwapun sama, jika hal negatif menimpa lawan politik dan ideologinya maka berita keburukan itu akan diberitakan selebar-lebarnya bahkan diperluas sampai keluar substansinya, namun jika hal negatif itu menimpa orang seideologi atau sepaham dalam politik maka akan diberitakan sesedikit mungkin atau kalo bisa malah ditutupin. Sebaliknya jika hal positif dilakukan oleh lawan politik dan ideologinya, maka akan diberitakan secara singkat dan alakadarnya bahkan tak jarang dilewat saja tidak diberitakan, sementara jika hal positif dilakukan oleh orang yang seideologi maka akan diberitakan sebesar-besarnya dan dikupas habis bahkan disanjung-sanjung setinggi langit. Mending kalau hal positif itu benar. Gimana coba kalo rekayasa??
Selain konten berita yang harus sejalan dengan kehendak sang pemilik media, bisa saja konten berita atau opini itu adalah pesanan dari orang atau sekelompok orang yang mempunyai finansial yang kuat untuk memuluskan misi politik dan ideologinya.
Jadi kesimpulannya janganlah mudah terprovokasi oleh media, jangan langsung percaya saat menerima berita, carilah berita dari sumber yang berbeda lalu dikomparasi dan dikaji dengan matang. Dan yang paling penting kita harus tahu siapa pemilik medianya, apa ideologinya agar kita bisa lebih waspada dan teliti saat menerima berita yang datang.
Selain konten berita yang harus sejalan dengan kehendak sang pemilik media, bisa saja konten berita atau opini itu adalah pesanan dari orang atau sekelompok orang yang mempunyai finansial yang kuat untuk memuluskan misi politik dan ideologinya.
Jadi kesimpulannya janganlah mudah terprovokasi oleh media, jangan langsung percaya saat menerima berita, carilah berita dari sumber yang berbeda lalu dikomparasi dan dikaji dengan matang. Dan yang paling penting kita harus tahu siapa pemilik medianya, apa ideologinya agar kita bisa lebih waspada dan teliti saat menerima berita yang datang.
Subscribe to:
Posts (Atom)